DELAPANTOTO – Pemerintah Vietnam secara resmi mengumumkan rencana pelarangan penjualan motor berbahan bakar bensin secara bertahap, dengan target penerapan penuh pada tahun 2040. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi besar Vietnam untuk mencapai netral karbon (carbon neutral) pada 2050, namun langkah tersebut langsung menuai reaksi keras dari Jepang yang merupakan salah satu investor terbesar di sektor otomotif Vietnam.
Target Ambisius Vietnam untuk Transportasi Hijau
Dalam kebijakan baru yang diumumkan oleh Kementerian Transportasi Vietnam, negara tersebut akan menghentikan registrasi baru untuk motor bensin di kota besar seperti Hanoi dan Ho Chi Minh City mulai 2035, sebelum diberlakukan secara nasional lima tahun kemudian.
Sebagai gantinya, pemerintah akan mempercepat transisi ke kendaraan listrik (EV) melalui insentif pajak, pembangunan stasiun pengisian daya, serta kemitraan dengan produsen lokal dan asing untuk memperluas ekosistem kendaraan ramah lingkungan.
Vietnam menilai langkah ini penting karena motor bensin menyumbang lebih dari 70% polusi udara perkotaan, sementara tingkat adopsi motor listrik baru mencapai sekitar 10% dari total kendaraan roda dua.
Jepang Ajukan Protes Resmi
Langkah tegas Vietnam ini langsung mendapat tanggapan dari pemerintah Jepang, yang menilai kebijakan tersebut terlalu mendadak dan berpotensi mengganggu investasi perusahaan otomotif Jepang di Vietnam.
Melalui Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI), Jepang secara resmi mengajukan nota keberatan diplomatik, meminta agar pemerintah Vietnam meninjau ulang batas waktu pelarangan motor bensin dan memberikan masa transisi yang lebih panjang.
Menurut laporan media setempat, Honda, Yamaha, dan Suzuki—tiga produsen besar asal Jepang yang mendominasi pasar roda dua Vietnam—turut menekan pemerintah Jepang agar melakukan lobi diplomatik. Saat ini, lebih dari 90% pasar motor di Vietnam dikuasai merek Jepang, dan kebijakan larangan ini bisa berdampak besar pada bisnis mereka.
Respons Pemerintah Vietnam
Pihak Vietnam tetap pada pendiriannya. Menteri Transportasi Vietnam, Nguyen Van Thang, menyebut bahwa pemerintah telah memberikan waktu cukup panjang bagi industri otomotif untuk beradaptasi.
“Kami tidak menutup pintu bagi produsen Jepang. Justru kami berharap mereka memimpin inovasi kendaraan listrik di kawasan ASEAN,” ujar Nguyen dalam konferensi pers di Hanoi.
Pemerintah juga menjanjikan serangkaian insentif fiskal dan dukungan investasi bagi produsen yang siap mengalihkan produksi motor listrik di Vietnam, termasuk potongan pajak impor komponen dan pembebasan bea masuk peralatan produksi ramah lingkungan.
Tekanan Global dan Strategi Jepang
Bagi Jepang, kebijakan ini menjadi sinyal kuat bahwa tren elektrifikasi di Asia Tenggara semakin cepat, sementara banyak produsen asal Negeri Sakura masih mengandalkan mesin pembakaran internal (ICE).
Sebagai tanggapan, Honda dan Yamaha disebut tengah menyiapkan portofolio motor listrik khusus pasar ASEAN, dengan Vietnam sebagai prioritas utama karena pasar roda duanya terbesar di kawasan setelah Indonesia.
Kesimpulan
Kebijakan larangan motor bensin di Vietnam menjadi babak baru dalam transisi energi di Asia Tenggara. Meskipun menimbulkan ketegangan diplomatik dengan Jepang, langkah ini mencerminkan komitmen Vietnam untuk mengejar target netral karbon dan mengurangi polusi udara.
Namun, masa depan kebijakan ini akan sangat bergantung pada kesiapan industri otomotif Jepang dan lokal dalam mengalihkan fokus ke kendaraan listrik dalam satu dekade mendatang.
Sumber: angkamaut.my.id